Suatu
ketika, ada seseorang pemuda yang mempunyai sebuah bibit mawar. Ia
ingin sekali menanam mawar itu di kebun belakang rumahnya. Pupuk dan
sekop kecil telah disiapkan. Bergegas, disiapkannya pula pot kecil
tempat mawar itu akan tumbuh berkembang. Dipilihnya pot yang terbaik,
dan diletakkan pot itu di sudut yang cukup mendapat sinar matahari. Ia
berharap, bibit ini dapat tumbuh dengan sempurna.
Disiraminya
bibit mawar itu setiap hari. Dengan tekun, dirawatnya pohon itu. Tak
lupa, jika ada rumput yang menganggu, segera disianginya agar terhindar
dari kekurangan makanan. Beberapa waktu kemudian, mulailah tumbuh kuncup
bunga itu. Kelopaknya tampak mulai merekah, walau warnanya belum
terlihat sempurna. Pemuda ini pun senang, kerja kerasnya mulai
membuahkan hasil.
Diselidikinya bunga itu dengan hati-hati. Ia tampak heran, sebab tumbuh pula duri-duri kecil yang menutupi tangkai-tangkainya. Ia menyesalkan mengapa
duri-duri tajam itu muncul bersamaan dengan merekahnya bunga yang indah
ini. Tentu, duri-duri itu akan menganggu keindahan mawar-mawar
miliknya.
Sang pemuda tampak bergumam dalam hati, “Mengapa dari
bunga seindah ini, tumbuh banyak sekali duri yang tajam? Tentu hal ini
akan menyulitkanku untuk merawatnya nanti. Setiap kali kurapihkan,
selalu saja tanganku terluka. Selalu saja ada ada bagian dari kulitku
yang tergores. Ah pekerjaan ini hanya membuatku sakit. Aku tak akan
membiarkan tanganku berdarah karena duri-duri penganggu ini.”
Lama kelamaan, pemuda ini tampak enggan untuk memperhatikan mawar
miliknya. Ia mulai tak peduli. Mawar itu tak pernah disirami lagi setiap
pagi dan petang. Dibiarkannya rumput-rumput yang menganggu pertumbuhan
mawar itu. Kelopaknya yang dahulu mulai merekah, kini tampak merona
sayu. Daun-daun yang tumbuh di setiap tangkai pun mulai jatuh
satu-persatu. Akhirnya, sebelum berkembang dengan sempurna, bunga itu
pun meranggas dan layu.
=====
Sahabat, kisah tadi
memang sudah selesai. Tapi, ada ada satu pesan moral yang bisa kita raih
didalamnya. Jiwa manusia, adalah juga seperti kisah tadi. Di dalam
setiap jiwa, selalu ada ‘mawar’ yang tertanam. Allah lah yang meletakkan
kemuliaan itu di setiap kalbu kita. Layaknya taman-taman berbunga,
sesungguhnya di dalam jiwa kita, juga ada tunas mawar dan duri yang akan
merekah.
Namun sayang, ada sebagian dari kita yang hanya
melihat “duri” yang tumbuh. Merasakan hanya kelemahan yang ada pada
dirinya. Merasa hanya menjadi beban bagi orang lain. Banyak dari saudara
kita yang hanya melihat sisi buruk, sehingga dalam menjalani kehidupan
ini dipenuhi dengan kepesimisan seolah menolak keberadaan mereka
sendiri. Saudara kita itu sering kecewa dengan dirinya dan tidak mau
menerimanya. Mereka berpikir bahwa hanya hal-hal yang melukai yang akan
tumbuh dari nya. Sehingga menolak untuk “menyirami” hal-hal baik yang
sebenarnya telah adadan tak pernah memahami potensi yang dimilikinya.
Mereka juga sebenarnya memiliki mawar yang indah di dalam jiwa. Banyak orang yang tak menyadari, adanya mawar itu.
Sahabat, jika kita bisa menemukan “mawar-mawar” indah yang tumbuh dalam jiwa itu, kita akan dapat mengabaikan duri-duri yang muncul. Kita, akan terpacu untuk
membuatnya merekah, dan terus merekah hingga berpuluh-puluh tunas baru
akan muncul. Pada setiap tunas itu, akan berbuah tunas-tunas
kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, yang akan memenuhi taman-taman jiwa
kita. Kenikmatan yang terindah adalah saat kita berhasil untuk
menunjukkan pada mereka akan keberadaan mawar-mawar itu, dan mengabaikan
duri-duri yang muncul.
Semerbak harumn mawar pada hati mereka
akan menghiasi hari-hari kita. Aroma keindahan yang ditawarkannya,
adalah layaknya ketenangan air telaga yang menenangkan keruwetan hati.
Mari, kita temukan “mawar-mawar” ketenangan, kebahagiaan, kedamaian itu
dalam jiwa-jiwa kita, dan kembali kita bagikan pada mereka yang merasa
tersisih dan tersingkir. Mungkin, ya, mungkin, kita akan juga berjumpa
dengan onak dan duri, tapi janganlah itu membuat kita berputus asa.
Mungkin, tangan-tangan kita akan tergores dan terluka, tapi janganlah
itu membuat kita bersedih nestapa. Kebahagiaan kita adalah saat kita
menemukan mereka, jiwa-jiwa yang tersisih, jiwa-jiwa yang pesimis,
tersenyum bahagia, seolah menemukan udara disaat mereka akan kehabisan
oksigen
0 komentar:
Post a Comment